Kamis, 10 April 2014

Sepotong Senja Untuk Mantanku

13264570972014735991

“Bagas, Lintang, Langit, Laut! Itulah nama anak-anak kita.” ucapmu semangat, dibalut senyum yang mengembang di sudut bibirmu.
“Matahari, Bintang, Langit, Laut? Artistik sekali ya?” jawabku menanggapi pernyataanmu.
“Jelas!” ujarmu singkat, tawamu tetap menyeruak.
Sudah beberapa bulan sejak peristiwa itu, namun ingatanku masih begitu kuat tentangmu. Masih tersulut tawa renyahmu, masih kuingat caramu mengungkapkan rasa, dan masih begitu lekat suaramu menggelitik gendang telingaku. Dulu, aku dan kamu sempat menjadi kita, kita yang saling menyatukan rasa. Sosokmu yang penuh tanya, memaksaku untuk terus mencari jawabnya. Inikah yang disebut cinta? Selalu butuh tanya dan jawaban.
Jarak antara Jogjakarta dan Bogor memang masih setia membusungkan dada, menyombongkan diri atas prestasi yang ia tekuni, memisahkan dua orang yang saling mencintai, menjauhkan dua insan yang masih saling berbagi rindu. Jarak memang tak selalu mampu kita tembusi. Sehingga kita berkencan dengan waktu, dan orang-orang menatapnya penuh tanya. Aku dan kamu menelan rindu diam-diam. Kita juga tak bisa berbuat apa-apa, ketika jarak memang mempunyai hak untuk menjauhkan.
Semua mengalir dengan begitu indah, hingga pada sewaktu-waktu kamu mengatakan hal yang mencengangkan, “Ibuku tidak terlalu menyukai wanita Jawa.”
“Lalu, bagaimana denganku? Bagaimana dengan kita?” tanyaku cemas.
“Tapi, aku menyukaimu.” Jawabmu singkat, aku tertegun. “Ibu baik kok, yang berhak memilih kan aku.”
Beberapa menit kemudian, kita berseteru. Percakapan yang mengalir lewat mata berkaca, kali pertama aku mendengar suara tangismu, begitu lembut, begitu tulus. Aku masih ingat usaha kerasmu untuk menguatkan langkah kita, agar tak ada yang merasa tersakiti di tengah jalan. Seandainya tak ada jarak, mungkin kita bisa saling menguatkan. Tapi, apalah daya yang kaupunya dan kupunya? Kita hanyalah dua manusia angkuh yang nekat melawan arus perbedaan. Aku dan kamu hanya ditakdirkan untuk berkenalan bukan untuk menjadi pasangan kekasih Tuhan.
Rindumu dan rinduku tak lagi saling menyapa. Aku dan kamu takkan mungkin bisa seperti dulu, semua berbeda, semua berubah. Aku dan kamu tak mungkin lagi menjadi kita, karena di sana mungkin kautelah bersama pilihanmu, dan di sini bersama pilihanku.
Kutahu kaubegitu mencintai senja dan kilau lembutnya. Kutahu kausempat memimpikan bisa melihat senja bersama dengaku, bersama dengan anak-anak kita. Tak sempat kulihat wajah Bagas, Lintang, Langit, dan Laut, karena perpisahan tergesa-gesa menjalankan tugasnya, untuk membuat aku dan kamu seakan-akan tak pernah saling mengenal.
Maaf, karena aku tak mampu memberi keindahan dalam hidupmu. Maaf, karena aku tak bisa menggambarkan senja di bola matamu. Maaf, karena kubiarkan kamu memasuki hidupku. Harusnya kuakhiri segalanya, ketika kubiarkan kaumasuki hidupku. Jadi, takkan pernah ada kita dalam dongeng sebelum tidur ataupun dalam sejarah yang tak dibukukan.

Biarkan saja angin bersenandung sendiri
Biarkan saja wajahmu menggantung dalam sunyi
Biarkan saja tawa renyahmu menghantui hari
Itulah tanda
bahwa aku membiarkan diriku
untuk tetap merindukanmu
Hingga sekarang, masih ada doa yang mengaliri malam-malammu
Masih ada doa yang menghakimi kebahagiaanmu
Masih terucap lirih doaku, untuk menuntunmu pulang
ke sini…
pulanglah…
aku merindukanmu

26 Juli, ponselmu dan ponselku jadi saksi, dua hati menjadi satu, melebur dalam perbedaan. Kamu pria yang sempat menjadi senja dan malamku, pria yang menjadi teman begadangku, si mata sipit yang pernah menjelma menjadi tangis dan tawaku.

*Terinspirasi dari cerpen Seno Gumira Ajidarma

Rabu, 09 April 2014

5 Centimeters per Second

Lima menit pertama saya menyaksikan film ini, saya takjub. What a surreal animation! dan di menit-menit selanjutnya, saya terhisap kedalam dunia Makoto Shinkai. Anime Movie tahun 2007 bergenre romance dengan plot yang klise ini disajikan secara kokoh dan menawan. Sesuai dengan ciri khas Shinkai, 5 Centimeters per Second menawarkan pengalaman terbaik dalam menikmati visual arts film anime. Mulai dari backgrounds yang digambar sedetail mungkin namun tetap meninggalkan kesan lembut dan cerah, sampai dengan efek pencahayaan dan sudut kamera yang pas, sehingga membantu kita mendapatkan atmosfir suatu adegan.
5cps-01
Tōno-san…
Film anime yang berdurasi 100 menit ini, seperti yang saya katakan sebelumnya, memiliki plot yang klise namun tetap kokoh dan menawan. Basically, ceritanya berpusat pada dua orang sahabat masa kecil yang saling jatuh cinta serta perjuangan mereka menjaga hubungan tersebut. Namun tragisnya, cerita manis tersebut berakhir dengan sangat pahit. Melalui 3 segmen cerita yang sentimental, kita diajak untuk melihat bagaimana mereka tumbuh dewasa dan menjalani hidup yang penuh teka-teki ini. Terdengar klise kan?
The title 5 Centimeters Per Second comes from the speed at which cherry blossoms petals fall, petals being a metaphorical representation of humans, reminiscent of the slowness of life and how people often start together but slowly drift into their separate ways.
5cps-04
Yang membuat film ini sangat berkesan bagi saya tentunya adalah visual arts-nya. Exquisite… jauh di atas rata-rata. Kesan dari art-nya yang lembut, detail, colorful dan memanjakan mata tersebut benar-benar memberikan suatu pengalaman baru dalam menikmati film anime. Soundtracknya juga nggak kalah menarik, walaupun simple (cuma alunan piano doang) namun dicompose dengan mood yang melankolis dan nostalgik, sangat efektif untuk romantic anime yang ber-atmosfir heart-piercing ini.
Cinta yang tak tersampaikan, mungkin itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan film ini secara keseluruhan. Satu pesan yang saya tangkap dari film ini adalah: Jangan ragu, jika kau mencintai seseorang, maka katakanlah bahwa kau mencintainya. Jika tidak, maka itu sama saja dengan kau menunjukkan kelemahanmu sendiri sehingga dia akan jauh pergi meninggalkanmu di belakang.
 
Sugar ❤ Blogger Template by Ipietoon Blogger Template